Rabu, 10 Oktober 2012

SUNAN MURIA

                                                                   ( 9 )   sunan muria





Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota KudusGaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.



nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria

SUNAN KUDUS

                                                                      ( 8 ) sunan kudus





Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang



nama nama walisongo

1. sunan gresik
2. sunan ampel
3. sunan giri
4. sunan bonang
5. sunan kalijaga
6. sunan gunung-jati
7. sunan-drajat
8. sunan-kudus
9. sunan-muria



SUNAN DRAJAT

                                                         
                                                            ( 7 )     sunan drajat           

                                                 

Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 MSunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di DusunJelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin



nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria

SUNAN GUNUNG JATI

  (  6 )   sunan gunung jati


                                       

Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.


nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria


SUNAN KALI JAGA

                                    (  5  )  Pertemuan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang


Kisah islmiah malam ini akan melanjutkan kisah tantang Perjalanan Sunan Kalijaga dalam mencari jati diri, dan dalam pengembaraannya setelah diusir dari Kadipaten Tuban. Setelah Sunan Kalijaga diusir dari Kadipaten beliau menetap di sebuah hutan. Dan di hutan itulah Raden Said bertemu dengan seorang laki-laki yang ternyata adalah Sunan Bonang.


Kisahnya.
Raden Said mengembara tanpa tujuan yang pasti. Pada akhirnya dia menetap di hutan Jatiwangi dan selama bertahun-tahun lamanya, Raden Said menjadi perampok yang budiman. Mengapa disebut budiman, karena hasil rampokan yang ia dapat tidak dimakannya, namun diberikan kepada fakir miskin.


Yang dirampoknya adalah hanya para hartawan atau orang kaya yang kikir, tidak menyantuni rakyat jelata dan tidak mau membayar zakat.
Di hutan Jatiwangi, dia membuang nama aslinya, orang-orang menyebutnya sebagai Berandal Lokajaya.


Pada suatu hari, ada seseorang yang berjubah putih melewati hutan Jatiwangi. Dari kejauhan, Berandal Lokajaya ini sudah mengincarnya. Orang itu membawa sebatang tongkat yang gagangnya berkilauan. Terus menerus diawasinya orangtua berjubah putih itu. Setelah dekat, dia menghadang langkahnya dan tanpa banyak bicara lagi direbutnya tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih.
Karena tongkat itu direbut dengan paksa, maka orang berjubah putih itu jatuh tersungkur.


Dengan susah payah orang itu bangun, dan sepasang matanya mengeluarkan air walaupun tidak ada suara rintih tangis dari mulutnya. Raden Said pada saat itu sedang mengamat-amati gagang tongkat yang dipeganganya, dan  ternyata tongkat itu bukan terbuat dari emas. Hanya gagangnya saja yang terbuat dari kuningan sehingga berkilauan tertimpa cahaya matahari seperti emas.


Raden Said heran meliat orang tua yang menangis itu. Segera saja diulurkannya kembali tongkatnya sambil berkata,
"Jangan menangis wahai orang tua, ini tongkatmu aku kembalikan."
'Bukan tongkat ini yang aku tangisi," jawab orang tua itu.
"Lalu apa yang membuatmu menangis?" tanya Berandal Lokajaya.
"Lihatlah, aku telah berbuat dosa, berbuat kesia-siaan. Rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkur tadi," kata lelaki tua itu sambil menunjukkan beberapa batang rumput kepada Berandal Lokajaya.


"Hanya beberapa lembar rumput engkau merasa berdosa?" tanya Berandal Lokajaya.
"Ya, memang berdosa. Karena aku mencabutnya tanpa suatu keperluan. Andaikata aku cabut untuk makanan ternak, itu tak mengapa.Tapi kalau untuk kesia-siaan benar-benar suatu dosa," jawab lelaki tua itu.


Berandal Jayaloka Bergetar Hatinya.
Hati Berandal Jayaloka yang tampan itu tergetar atas jawaban yang mengandung nilai iman itu.
"Anak muda, sesungguhnya apa yang engkau cari di hutan ini?" tanya lelaki tua itu.
"Saya menginginkan harta," jawab Berandal Jayaloka.
"Untuk apa?" tanya lelaki tua itu selanjutnya.
"Saya berikan kepada fakir miskin dan penduduk yang menderita," jawab Berandal Jayaloka.
"Hemmm...sungguh mulia hatimu, sayang...cara mendapatkannya keliru," ujar lelaki tua itu.
"Orang tua....apa maksudmu?" tanya Berandal Jayaloka.
"Boleh aku bertanya anak muda, jika engkau mencuci pakaianmu yang kotor dengan air kencing, apakah tindakanmu itu benar?" tanya lelaki tua itu.
"Sungguh perbuatan bodoh, hanya akan menambah kotor dan bau pakaian saja," jawab Berandal Jayaloka.
 Lelaki tua itu tersenyum.
"Demikian pula amal yang engkau lakukan. Engkau bersedekah dengan barang yang didapat secara haram, merampok atau mencuri, itu sama halnya mencuci pakaian dengan air kencing," jelas lelaki tua itu.
Berandal Jayaloka itu tersentak kaget, namun lelaki tua itu langsung melanjutkan perkataannya.
"Alah itu adalah zat yang baik, hanya menerima amal dari barang yang baik atau halal," tutur lelaki tua itu.


Raden Said makin tercengang setelah mendengar keterangan dari lelaki tua itu. Rasa malu mulai menghujam lubuk hatinya. Betapa keliru perbuatannya selama ini. Di pandangnya lelaki berjubah putih itu dengan seksama. Agung dan berwibawa namun mencerminkan pribadi yang welas asih. Dia mulai menyukai dan tertarik dengan lelaki tua itu.


Pohon Aren Berubah menjadi Emas.
Lelaki tua itu kemudian melanjutkan penuturannya.
"Banyak hal yang terkait dalam usaha mengentas kemiskinan dan penderitaan rakyat pada saat ini. Engkau tidak bisa mengubahnya hanya dengan memberikan bantuan makan dan uang kepada para penduduk miskin. Engkau harus memperingatkan para penguasa yang zalim agar mau mengubah caranya memerintah agar tidak sewenang-wenang. Engaku juga harus dapat membimbing rakyat agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya," tutur lelaki berjubah putih itu.


Berandal Jayaloka, Raden Said semakin terpana, ucapan seperti itulah yang selama ini didambakannya. Raden Said yang masih dalam keterpanaan, lelaki berjubah putih itu kembali berkata,
"Kalau engkau tak mau bekerja keras dan hanya ingin beramal dengan cara yang mudah, maka ambillah itu. Itu adalah barang yang halal, ambillah sesukamu," kata lelaki berjubah putih itu sambil menunjuk ke arah pohon aren.


Sepasang mata Raden Said terbelalak karena seketika itu juga pohon aren itu berubah menjadi emas seluruhnya. Raden Said adalah seorang pemuda yang sakti, banyak ragam pengalaman yang telah dia kecapnya. Berbagai ilmu-ilmu aneh juga telah dia pelajarinya, dia mengira orang tua itu mempergunakan ilmu sihir. Dari itu dia mencoba menangkal sihir itu, namun ternyata setelah Raden Said mengerahkan seluruh ilmunya, tetap saja pohon aren itu menjadi emas.


Raden Said yakin bahwa orang tua itu tidak mempergunakan ilmu sihir, ia benar-benar merasa heran dan penasaran. Ilmu apakah yang telah dipergunakan orang tua itu sehingga mampu mengubah pohon aren menjadi sebuah pohon arena emas.


Selama beberapa saat, Raden Said terpukau di tempatnya berdiri. Dia mencoba memanjat pohon aren itu, dan ternyata benar-benar berubah menjadi emas seluruhnya. Ia ingin mengambil buah aren yang telah berubah menjadi emas berkilauan itu, medadak buah aren itu rontok berjatuhan mengenai kepala Raden Said.
Pemuda itu akhirnya terjerembab ke tanah, roboh dan pingsan.


Ketika Raden Said tersadar, buah aren yang rontok itu telah berubah lagi menjadi hijau seperti pohon aren-aren lainnya. Kemudian Raden Said bangkit berdiri untuk mencari orang tua berjubah putih itu. Tapi yang dicarinya sudah tidak ada di tempat.




nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria




KISAH SUNAN BONANG

                                                     ( 4 )   kisah Sunan Bonang


                                         
 sunan bonang adalah anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban.


Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.


Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.




Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang. Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat ‘cinta’(‘isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.


Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah “Suluk Wijil” yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa’id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang.


KEISTIMEWAAN


Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan ‘isbah (peneguhan).
  
nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria


Selasa, 09 Oktober 2012

SUNAN GIRI /RADEN PAKU

                                                   (3 )   Kisah Sunan Giri / Raden Paku


                                                                   
     Beliau adalah putra Syech Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu, sang dewi adalah putrid Prabu Blambangan Menak Sembuyu.


Demi Sekardadu meninggal sesaat setelah melahirkan Raden Paku. Dan oleh Prabu Menak Sembuyu bayi itu dibuang di perairan Bali, yang akhirnya bayi itu ditemukan oleh rombongan pedagang anak buah Nyai Ageng Pinatih dari gresik. Oleh Nyai Ageng, bayi itu dinamakan Raden Paku. Ada yang menceritakan dengan nama Joko Samudra.




2. Perkawinan Syech Maulana Ishaq


Alkisah suatu saat kerajaan Blambangan terkena wabah penyakit yang ganas, boleh dikatakan, jika orang yang terkena wabah penyakit tersebut pada pagi hari maka pada sore harinya ia akan meninggal dunia, jika ada yang sakit sore hari, maka pada pagi harinya ia akan meninggal dunia. Demikian yang terjadi pada Dewi Sekardadu, Prabu Menak Sembuyu selaku ayahnya dan sebagai raja sangat sedih melihat kejadian itu, karena itu dipanggillah semua tabib untuk mengobati Dewi Sekardadu, namun hasilnya hanya sia-sia belaka.


Akhirnya sang Prabu memerintah Patih Bajul Sengoro membuka sayembara, yaitu siapapun yang dapat menyembuhkan penyakit putrid Sekardadu dari kerajaan Blambangan, maka bila orang itu laki-laki akan dijodohkan dengan sang putrid dan bila perempuan, maka akan dijadikan saudara. Secepatnya sayembara menyebar ke pelosok-pelosok negeri, namun tidak ada seorangpun yang sanggup mengobati sakit sang putrid, hingga suatu hari datanglah seorang resi bernama Kandabaya menghadap raja untuk memberi tahu bahwa yang dapat menyembuhkan sakit sang putri sekaligus mengusir wabah penyakit adalah seorang petapa di Gunung Gresik, namanya Syech Maulana Ishaq. (dalam riwayat lain bukan di gunung Gresik tapi digunung Selangu).


Mendengar penuturan sang Resi, Prau Menak Sembuyu langsung mengutus Patih Baju Sengoro serta beberapa senopati pilihan ke Gunung Gresik/Selangu. Dan setelah tiba disana, Syech Maulana Ishaq bertanya: “Apa maksud kedatangan kalian kemari?”


“Kami utusan Raja Blambangan, menurut resi yang datang ke tempat kami, tuanlah yang dapat menyembuhkan penyakit Putri Sekardadu.” Jawab Patih Bajul Sengoro. “Dan tuan pula yang dapat mengusir wabah penyakit yang melanda negeri Blambangan. Bila hal itu dapat tuan lakukan, maka Prabu Menang Sembuyu akan menikahkan tuan dengan sang putrid yang cantik jelita. Akan tetapi bila gaga, maka tuan akan dihukum mati.”


Untuk beberapa saat, Syech Maulana Ishaq terdiam, lalu beliau berkata dengan penuh wibawah “Agama Islam adalah satu-satunya agama yang baik, suka memberi pertolongan kepada orang yang menderita. Katakanlah kepada rajamu bahwa aku akan ke Blambangan, ini kulakukan dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan, bukan semata-mata akan dijodohkan dengan Dewi Sekardadu. Nah cepatlah kalian pulang nanti aku akan menyusul kalian.”


Ketika Patih Bajul Sengoro dan para prajuritnya tiba di keratin Blambangan, hatinya sangat terkejut. Suasana di keratin tampak ceria dan setelah diselidiki ternyata ada pesta perkawinan antara Dewi Sekardadu dengan Syech Maulana Ishaq.


Melihat kejadian itu, Bajul Sengoro seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, akhirnya ia masuk ke dalam istana dan bertemu dengan sang Prabu Menak Sembuyu.


“Kemana saja kau ini Patih?” Tanya sang Prabu.


“Apakah paduka tidak tahu bahwa kami baru datang dari gunung Gresik/Selangu?” Jawab Patih Bajul Sengoro.


“Berapa lamanya kamu berangkat?” Tanya sang Prabu lagi


“Enam hari paduka, jadi perjalanan kami pulang pergi memakan waktu dua belas hari”, sahut sang patih. “Paduka prabu apa yang sebenarnya terjadi?” Tanya Patih Bajul Sengoro.


“Pada hari keenam sejak kepulanganmu dari Gresik itu Syech Maulana sudah tiba disini, dia berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu dan sesuai dengan janjiku maka kukawinkan dengan putriku. Sekarang adalah hari ketujuh dari pesta perkawinannya.” Ujar sang Prabu.


Demikianlah cerita pertemuan Syech Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, orang tua sunan giri.




3. Berguru Kepada Sunan Ampel


Sudah beberapa tahun lamanya Raden Paku di asuh oleh Nyai Ageng Pinatih, lalu Raden Paku belajar ilmu pada Sunan Ampel di Surabaya dengan pulang balik setiap hari.


Melihat Raden Paku tiap hari berangkat dari Gresik ke Surabaya, Sunan Ampel merasa kasihan. Karena itu dia disuruh mondok di Pesantren Ampel Denta. Raden Paku mengutarakan itu kepada Nyai Ageng Pinatih dan ibunya pun setujuh, maka sejak itulah Raden Paku tinggal di Pesantren Ampel Denta.


Di Ampel Denta Raden Paku dengan putra Sunan Ampel bernama Raden Makdum Ibrahim. Kemana saja mereka selalu berdua. Selain itu, dengan santri-santri yang lain Raden Paku bersikap ramah dan sopan santun.


Seperti biasanya, ketika Sunan Ampel hendak mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajjud, beliau sempat menengok dimana para santri itu tidur, saat itu keadaan gelap gulita, tapi dalam keadaan gelap gulita itu beliau pancaran yang menyilaukan mata, yang datang dari salah seorang santri, namun Sunan Ampel tidak dapat mengenali santri yang mengeluarkan cahaya itu, karena keadaan gelap. Dari itu beliau memberi ikatan pada sarung santri tersebut sebagai tanda.


Keesokan harinya Sunan Ampel mengumpulkan para santrinya dan bertanya : “Sarung siapa yang ada ikatan kecilnya?” Tanpa ragu Raden Paku menjawab : “Sarung saya kanjeng sunan”, dari jawaban itulah maka tahulah sunan Ampel bahwa Raden Paku bukanlah santri biasa. Karenanya pada suatu hari Sunan Ampel mengajak Raden Paku kepada Nyai Ageng Pinatih di Gresik. Berkat karomah yang dimiliki oleh Sunan Ampel, maka dalam sekejap saja Sunan Ampel bias membawa Raden Paku menghadap Nyai Ageng Pinatih.


Karuan saja Nyai Ageng Pinatih atas kedatangan Sunan Ampel tiba-tiba.


Dalam pertemuan itu beliau bertanya kepada Nyai Ageng Pinatih tentang asal-usul Raden Paku. Nyai Ageng pun menjelaskan kejadian yang dialami Raden Paku.


Mendengar penjelasan Nyai Ageng Pinatih, Sunan Ampel menduga bahw Raden Paku itu adalah anak pamannya Syech Maulana Ishaq. Dimana sebelum Syech Maulana Ishaq pergi ke Pasai beliau mempunyai anak di Negeri Blambangan.


Dugaan Sunan Ampel sangat mantap meski oleh Syech Maulana Ishaq tidak dijelaskan bahwa anaknya itu dibuang ke laut.




4. Gelar Ainul Yaqin


Setelah beberapa tahun lamanya Raden Paku menekuni ajaran agama di Ampel Denta, maka pada suatu hari Sunan Ampel memanggil Raden Paku dan putranya Raden Makdum Ibrahim, beliau menganjurkan keduanya untuk pergi ke Jazirah Arab ( Mekkah) untuk menambah ilmu sekaligus melaksanakan ibadah haji dan umroh, beliau juga berpesan agar keduanya bersikap ramah, santun terhadap sesame apalagi dinegara orang.


Dengan perasaan gembira keduanya pun segera berbenah mempersiapkan perbekalan dan mencari sebuah kapal yang bisa membawa mereka, sebelum sampai di Mekkah, kapal yang mereka tumpangi singgah di Pasai sehingga mereka berkesempatan mengunjungi salah seorang ulama’ besar di negeri itu yaitu Syech Maulana Ishaq.


Kepada Syech Maulana Ishaq Raden Paku menjelaskan bahwa ia adalah murid Sunan Ampel, ia juga merupakan anak angkat dari Nyai Ageng Pinatih dari Gresik.


Mendengar penuturan Raden Paku, Syech Maulana Ishaq langsung merangkul dan menciumi Raden Paku. Beliau menceritakan kepada Raden Paku bahwa Syech Maulana Ishaq adalah ayahnya, sedang ibunya adalah Dewi Sekardadu putrid Raja Blambangan.


Kepada keduanya Syech Maulana Ishaq menyarankan agar tinggal lebih lama di Pasai. Kurang lebih tiga tahun lamanya kedua menuntut ilmu di negeri Pasai. Berkat kecerdasan yang dimiliki Raden Paku, maka dalam usia yang masih muda ia tampak sebagai seorang alim dan berwibawa sorot matanya menunjukkan betapa dalam imannya melihat kenyataan ini, semua guru di Samudra Pasai sepakat memberi gelar “Syech Maulana Ainul Yaqin” pada Raden Paku.


Setelah belajar di Pasai, kedua santri itu meneruskan perjalanannya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji sebagai rukun Islam yang kelima. Konon kabarnya setelah kembali dari Mekkah, Raden Paku ditugaskan Sunan Ampel bedakwah ke Negeri Blambangan dimana Prabu Menak Sembuyu tidak sampai hati menghalang-halangi cucunya.


Akhirnya agama Islam tersebar di Negeri Blambangan, hingga agam Hindu-Budha terdesak dan menyingkir dari negeri itu. Mereka menyingkir ke lereng Tengger dan menyebrang ke Pulau Bali.




5. Menjadi Pimpinan Para Wali


Diatas tadi sudah kami sebutkan, bahwa Raden Paku atau Sunan Giri itu mempunyai ilmu agama yang sangat dalam, ketimbang ilmu agama yang dimiliki sunan atau wali lainnya. Sunan Giri sangat tegas, ajaran Islam menurut Kanjeng Sunan Giri harus dilakukan secara murni, tanpa dicampur aduk dengan ajaran-ajaran agama lainnya. Pendapat sunan giri ini didukung oleh Sunan Ampel, Sunan Drajat, dan segenap murid-murid sunan Giri sendiri. Pengikut sunan Giri disebut Islam Keputihan, yakni mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.


Adapun pihak yang lunak dengan adat – istiadat dan kepercayaan lama, maka disebut Islam abangan. Dimana orang-orang jawa dulu sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, tiap ada orang meninggal diadakan pesta yang yang bersikap lunak, acara pesta tersebut diganti dengan acara selamatan bacaan tahlil, yang lazim disebut “Tahlilan”.


Padahal menurut pendapat keputihan, tahlilan itu bukanlah ajaran yang sebenarnya, sebaiknya kita tinggalkan. Kami mendukung abangan dalam memperkenalkan ajaran Islam terhadap orang awam, namun setelah mengetahui ajaran yang sebenarnya bukan ajaran yang sebenarnya bukan ajaran Islam itu harus kita tinggalkan?


Suatu hal lagi cara kaum abangan didalam memperkenalkan ajaran Islam terhadap orang awam. Dimana ketika membangun masjid Demak Santri Keputihan dan Abangan tidak berselisih.


Tapi setelah masjid itu dan akan diadakan peresmian, santri Keputihan (Sunan Giri) dan santri Abangan (Sunan Kalijaga) berselisih faham. Menurut sunan Kalijaga peresmiannya akan diadakan tontonan wayang kulit. Bagi orang yang mau nonton dan tiap orang mau masuk ke area, syaratnya harus membaca kalimat Tauhid. Bila penonton sudah berkumpul, sebagai pembukaannya mereka akan diberi ceramah agama dulu. Sementara cerita wayangnya bernafaskan Islam.


Demikian sekilas perbedaan antara santri Abangan dan Santri Keputihan.




6. Sunan Giri Wafat


Sejak Majapahit jatuh ke tangan Raden Fatah, Sunan Giri tetap tinggal sampai tuanya. Beliau menekuni dunia pendidikan agama terhadap santri-santri yang belajar ilmu agama di Pesantren.


Sampai akhir hayatnya, Raden Paku (Sunan Giri) tetaplah merupakan pahlawan Islam yang sangat diagungkan. Beliau merupakan orang yang banyak jasanya dalam penyebaran agama Islam. Tepat pada hari senin bulan Dzulhijjah beliau wafat. Jenazahnya dimakamkan di Gunung Giri. Kecamatan Keboma, Kabupaten Gresik. Sampai saat ini gunung Giri kelihatan megah, banyak orang berziarah ke sana dari penjuru kota dan desa.


Nama Giri dan Gresik tetap tersirat dalam benak seluruh bangsa Indonesia dan tidak musnah di dalam catatan sejarah sebagai salah satu tempat yang menganding kisah tersendiri. Tak lain adalah kisah Raden Paku alias Sunan Giri. Semoga jasa-jasa beliau dalam menegakkan agama Islam diterima di sisi Allah. Amien Yaa Robbal ‘Aalamien.




7. Keturunan Kanjeng Sunan Giri


Konon menurut sejarah pesantren Giri berlangsung kurang lebih 200 tahun lamanya, pengasuhnya dari anak cucu kanjeng Sunan Giri. Sedang jalur keturunan kanjeng Sunan Giri menurut berbagai sumber berasal dari Fatimah putrid Nabi Muhammad SAW yang bersuamikan Ali Bin Abi Thalib karromahul Wajhah.


Inilah nasab Kanjeng Sunan Giri.


Nasab Raden Paku (Sunan Giri) menurut suatu riwayat adalah sebagai berikut. Beliau adalah putra Maulana Ishaq bin Jamluddin Jumadil Kubro Bin Maulana Mahmuddin Kubro Bin Abdur Rahman Bin Abdullah Bin Zainal Kubro Bin Zainal Alim bin Khusaind bin Fatimah Putri Nabi Muhammad SAW.


Bila jalur keturunan Sunan Giri dari ibunya adalah Putra Syech Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu. Sedang Dewi Sekardadu putri Prabu Menak Sembuyu putra Brawijaya (Brewirabumi) putra Prabu Hayam Wuruk Raja Majapahit yang terkenal dengan Maha patih Gajah Mada.


Konon menurut cerita, bahwa semua kerajaan Islam di kepulauan Nusantara ini apabila dinobatkan seorang raja, memerlukan pengesahan dari Kanjeng Sunan Giri. Hal tersebut menandakan besar pengaruh Sunan Giri terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara


nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria



                                                        

Sunan Ampel / Raden Rachmat

                                              (2 )      Sunan Ampel / Raden Rachmat






PRABU Sri Kertawijaya tak kuasa memendam gundah. Raja Majapahit itu risau memikirkan pekerti warganya yang bubrah tanpa arah. Sepeninggal Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, kejayaan Majapahit tinggal cerita pahit. Perang saudara berkecamuk di mana-mana. Panggung judi, main perempuan, dan mabuk-mabukan menjadi ”kesibukan” harian kaum bangsawan –pun rakyat kebanyakan.


Melihat beban berat suaminya, Ratu Darawati merasa wajib urun rembuk. ”Saya punya keponakan yang ahli mendidik kemerosotan budi pekerti,” kata permaisuri yang juga putri Raja Campa itu. ”Namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra Kakanda Dewi Candrawulan,” Darawati menambahkan. Tanpa berpikir panjang, Kertawijaya mengirim utusan, menjemput Ali Rahmatullah ke Campa –kini wilayah Kamboja.


Ali Rahmatullah inilah yang kelak lebih dikenal sebagai Sunan Ampel. Cucu Raja Campa itu adalah putra kedua pasangan Syekh Ibrahim Asmarakandi dan Dewi Candrawulan. Ayahnya, Syekh Ibrahim, adalah seorang ulama asal Samarkand, Asia Tengah. Kawasan ini melahirkan beberapa ulama besar, antara lain perawi hadis Imam Bukhari.


Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Campa. Ia kemudian diangkat sebagai menantu. Sejumlah sumber sejarah mencatat silsilah Ibrahim dan Rahmatullah, yang sampai pada Nabi Muhammad lewat jalur Imam Husein bin Ali. Tarikh Auliya karya KH Bisri Mustofa mencantumkan nama Rahmatullah sebagai keturunan Nabi ke-23.


Ia diperkirakan lahir pada 1420, karena ketika berada di Palembang, pada 1440, sebuah sumber sejarah menyebutnya berusia 20 tahun. Soalnya, para sejarawan lebih banyak mendiskusikan tahun kedatangan Rahmatullah di Pulau Jawa. Petualang Portugis, Tome Pires, menduga kedatangan itu pada 1443.


Hikayat Hasanuddin memperkirakannya pada sebelum 1446 –tahun kejatuhan Campa ke tangan Vietnam. De Hollander menulis, sebelum ke Jawa, Rahmatullah memperkenalkan Islam kepada Raja Palembang, Arya Damar, pada 1440. Perkiraan Tome Pires menjadi bertambah kuat. Dalam lawatan ke Jawa, Rahmatullah didampingi ayahnya, kakaknya (Sayid Ali Murtadho), dan sahabatnya (Abu Hurairah).


Rombongan mendarat di kota bandar Tuban, tempat mereka berdakwah beberapa lama, sampai Syekh Asmarakandi wafat. Makamnya kini masih terpelihara di Desa Gesikharjo, Palang, Tuban. Sisa rombongan melanjutkan perjalanan ke Trowulan, ibu kota Majapahit, menghadap Kertawijaya. Di sana, Rahmatullah menyanggupi permintaan raja untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit.


Sebagai hadiah, ia diberi tanah di Ampeldenta, Surabaya. Sejumlah 300 keluarga diserahkan untuk dididik dan mendirikan permukiman di Ampel. Meski raja menolak masuk Islam, Rahmatullah diberi kebebasan mengajarkan Islam pada warga Majapahit, asal tanpa paksaan. Selama tinggal di Majapahit, Rahmatullah dinikahkan dengan Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Arya Teja, Bupati Tuban.


Sejak itu, gelar pangeran dan raden melekat di depan namanya. Raden Rahmat diperlakukan sebagai keluarga keraton Majapahit. Ia pun makin disegani masyarakat. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke Ampel. Dari Trowulan, melewati Desa Krian, Wonokromo, berlanjut ke Desa Kembang Kuning. Di sepanjang perjalanan, Raden Rahmat terus melakukan dakwah.


Ia membagi-bagikan kipas yang terbuat dari akar tumbuhan kepada penduduk. Mereka cukup mengimbali kipas itu dengan mengucapkan syahadat. Pengikutnya pun bertambah banyak. Sebelum tiba di Ampel, Raden Rahmat membangun langgar (musala) sederhana di Kembang Kuning, delapan kilometer dari Ampel.


Langgar ini kemudian menjadi besar, megah, dan bertahan sampai sekarang –dan diberi nama Masjid Rahmat. Setibanya di Ampel, langkah pertama Raden Rahmat adalah membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah. Kemudian ia membangun pesantren, mengikuti model Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Format pesantrennya mirip konsep biara yang sudah dikenal masyarakat Jawa.


Raden Rahmat memang dikenal memiliki kepekaan adaptasi. Caranya menanamkan akidah dan syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Kata ”salat” diganti dengan ”sembahyang” (asalnya: sembah dan hyang). Tempat ibadah tidak dinamai musala, tapi ”langgar”, mirip kata sanggar. Penuntut ilmu disebut santri, berasal dari shastri –orang yang tahu buku suci agama Hindu.


Siapa pun, bangsawan atau rakyat jelata, bisa nyantri pada Raden Rahmat. Meski menganut mazhab Hanafi, Raden Rahmat sangat toleran pada penganut mazhab lain. Santrinya dibebaskan ikut mazhab apa saja. Dengan cara pandang netral itu, pendidikan di Ampel mendapat simpati kalangan luas. Dari sinilah sebutan ”Sunan Ampel” mulai populer.


Ajarannya yang terkenal adalah falsafah ”Moh Limo”. Artinya: tidak melakukan lima hal tercela. Yakni moh main (tidak mau judi), moh ngombe (tidak mau mabuk), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau mengisap candu), dan moh madon (tidak mau berzina). Falsafah ini sejalan dengan problem kemerosotan moral warga yang dikeluhkan Sri Kertawijaya.


Sunan Ampel sangat memperhatikan kaderisasi. Buktinya, dari sekian putra dan santrinya, ada yang kemudian menjadi tokoh Islam terkemuka. Dari perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, menurut satu versi, Sunan Ampel dikaruniai enam anak. Dua di antaranya juga menjadi wali, yaitu Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Raden Qosim).


Seorang putrinya, Asyikah, ia nikahkan dengan muridnya, Raden Patah, yang kelak menjadi sultan pertama Demak. Dua putrinya dari istri yang lain, Nyai Karimah, ia nikahkan dengan dua muridnya yang juga wali. Yakni Dewi Murtasiah, diperistri Sunan Giri, dan Dewi Mursimah, yang dinikahkan dengan Sunan Kalijaga.


Sunan Ampel biasa berbeda pendapat dengan putra dan murid-mantunya yang juga para wali. Dalam hal menyikapi adat, Sunan Ampel lebih puritan ketimbang Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga pernah menawarkan untuk mengislamkan adat sesaji, selamatan, wayang, dan gamelan. Sunan Ampel menolak halus.


”Apakah tidak khawatir kelak adat itu akan dianggap berasal dari Islam?” kata Sunan Ampel. ”Nanti bisa bidah, dan Islam tak murni lagi.” Pandangan Sunan Ampel didukung Sunan Giri dan Sunan Drajat. Sementara Sunan Kudus dan Sunan Bonang menyetujui Sunan Kalijaga. Sunan Kudus membuat dua kategori: adat yang bisa dimasuki Islam, dan yang sama sekali tidak.


Ini mirip dengan perdebatan dalam ushul fiqih: apakah adat bisa dijadikan sumber hukum Islam atau tidak. Meski demikian, perbedaan itu tidak mengganggu silaturahmi antarpara wali. Sunan Ampel memang dikenal bijak mengelola perbedaan pendapat. Karena itu, sepeninggal Maulana Malik Ibrahim, ia diangkat menjadi sesepuh Wali Songo dan mufti (juru fatwa) se-tanah Jawa.


Menurut satu versi, Sunan Ampel-lah yang memprakarsai pembentukan Dewan Wali Songo, sebagai strategi menyelamatkan dakwah Islam di tengah kemelut politik Majapahit. Namun, mengenai tanggal wafatnya, tak ada bukti sejarah yang pasti. Sumber-sumber tradisional memberi titimangsa yang berbeda.


Babad Gresik menyebutkan tahun 1481, dengan candrasengkala ”Ngulama Ampel Seda Masjid”. Cerita tutur menyebutkan, beliau wafat saat sujud di masjid. Serat Kanda edisi Brandes menyatakan tahun 1406. Sumber lain menunjuk tahun 1478, setahun setelah berdirinya Masjid Demak. Ia dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, di areal seluas 1.000 meter persegi, bersama ratusan santrinya.

nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria

SUNAN GRESEK MAULANA MALIK IBROHIM

                                        (1 )           MAULANA MALIK IBROHIM
                                                       
                                                                       


Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.



silsilah walisongo sampai rosulullaah saw

RASULULLAH MUHAMMAD SAW
|
IMAM ‘ALI AL- MURTADHA BIN ABU THALIB
|
IMAM HUSEIN AS- SYAHID BIN IMAM ‘ALI AL-MURTADHA BIN ABU THALIB
|
IMAM ‘ALI ZAINAL ABIDIN bin IMAM HUSEIN AS-SAJJAD
|
IMAM MUHAMMAD AL BAQIR bin IMAM ‘ALI ZAINAL ABIDIN
|
IMAM JA’FAR ASH- SHADIQ bin IMAM MUHAMMAD AL BAQIR
|
‘ALI AR-URAIDHI bin IMAM JA’FAR ASH- SHADIQ (Leluhur Jamaludin Husein Al- Akbar)
|
JAMALUDIN HUSEIN AL-AKBAR (LELUHUR WALI SONGO)
|
WALISONGO

nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria

WALI SONGO

                                                            WALI SONGO






Walisongo” berarti sembilan orang wali” Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.


nama2 walisongo
1. sunan gresik maulana-malik-ibrahim
2. sunan ampel/ raden rachmat
3. sunan giri/ raden-paku
4. sunan-bonang
5. sunan kalijaga/ raden sahid
6. sunan gunung jati
7. sunan drajat
8. sunan-kudus
9. sunan muria